Gadis itu lagi-lagi termangu di jendela. Badannya limbung ditangkap bingkai kayu yang sudah lapuk menahun. Tangannya menyangga kepala yang sengaja ia biarkan kuyu. Tatapannya jauh entah ke mana. Rupanya ia sedang menunggu. Bintang kesukaannya tak kunjung muncul.
***
Gadis di negeri antah berantah. Negeri di mana orang-orang berlayar bukan hanya ke laut, tapi juga ke langit. Negeri yang ribut sebenarnya, tapi gadis itu memilih tuli. Di keheningan yang ia ciptakan sendiri, seringkali ia menatap langit. Menerka-nerka apa bentuk awan malam itu. Terkadang juga membayangkan seperti apa rupa langit jika tak ada awan.
Langit malam di hadapan jendelanya memang jarang disinggahi bintang, hanya ada awan-awan beriak tipis. Sesekali yang muncul hanya bintik-bintik putih yang sebenarnya hanya terkaannya sendiri—saking inginnya ia melihat bintang.
Di tengah lamunan-lamunan abstraknya, awan yang biasanya jalan beriringan tiba-tiba kocar-kacir dan menghilang. Menyingkap langit megah bertirai hitam. Tepat di tengah-tengah angkasa raya yang sepi itu, sebuah pelita timbul tenggelam. Ia bulat dan kecil, juga berpijar.
Gadis itu hanyut dalam pekatnya malam. Hatinya bersenandung, oh, apakah ini yang namanya bintang.
Malam-malam selanjutnya ia habiskan bercengkrama dengan bintang itu dalam diam. Orang-orang yang lalu lalang di bawah balkon rumahnya sering bilang agaknya ia mulai tak waras, mendengar suaranya yang kadang terkikik sendirian.
Gadis itu juga tahu bahwa bintang di langit malamnya tak mungkin bicara bahasa manusia, tapi bukan berarti ia bisu. Diterkanya setiap kedut dan nyala bintang itu. Ah, semacam sandi morse rupanya.
Bintang berkelap-kelip dan gadis itu diam mematung.
***
Lama. Lama sekali bintang itu pergi. Benteng hening yang diciptakan gadis itu perlahan-lahan luruh. Suara bising antah berantah mencoba menerobos gendang telinganya. Ia rindu pada bintang kecil yang bisa bicara dalam diam.
Di raihnya sebuah plastik, ia beri kerangka dan ia nyalakan api. Di hadapan jendela ia berdiri. Kandil di tangannya ia bawa ke haribaan malam. Ia terbangkan kandil itu sambil berharap; siapa tau bintang kecilnya ingat jalan pulang.
***
0 komentar:
Posting Komentar