F Balada Maba di Termin Satu - Satpam Abbasea

Balada Maba di Termin Satu


Jalanan sebelah RS Ainu Syams - Abbasea



Sabtu, 5 Desember 2020

Fahmu as-su'al nisful ijabah

Ketika seseorang tahu apa yang dia mau, tujuan jadi jelas. Pun, seenggaknya dia tahu seluruh energi dan pikirannya harus dialokasikan ke mana.

Jadi, ges. Termin satu sudah di depan mata. Tanggal 23 Januari nanti Al-Azhar bakal mengadakan ujian untuk mahasiswa strata satu—itu menurut qoul yang beredar.

Daaan.. diriku yang Maba ini bingung setengah ngelindur. Besok ujian harus gimana?

Percaya nggak percaya, selama menghabiskan hampir satu tahun di Mesir ini, aku jadi lupa caranya belajar menghadapi ujian. Aku lupa bagaimana caranya nilai bagus bisa menghiasi rapotku dari SD. Aku lupa bagaimana caranya menghindari remedial. Aku lupa bagaimana caranya menjawab soal. Aku lupaaa!

Hari-hari di Mesir, walau lingkungannya nggak se-sejuk Indonesia, beh. Tapi langitnya, bukan main! Biru cantik menghampar sejauh mata memandang. Panas tapi menggembirakan. Dingin tapi hangat. Belum lagi jalanannya. Uh, jatuh hati aku. Hal kedua yang paling kusuka setelah taman dengan pohon rindang adalah jalanan Mesir. Begitu melenakan.

Bagaimana ceritanya anak yang disekolahkan jauh-jauh ke Mesir malah sibuk melihat lingkungan?

Sebulan sampai setengah tahun mungkin bakal jadi hari-hari yang berat dan suram. Semua orang juga begitu mulanya. Adaptasi itu kaya disuntik saat imunisasi. Kecil-kecil tapi nyelekit. Potongan-potongan kenangan saat itu bakal timbul tenggelam dan jadi semacam kaset yang bisa terputar sendiri ketika menemui hal-hal yang men-triggger.

Sebagai contoh, aku sendiri sampai sekarang, ketika mendengar suara adzan masjid sebelah—yang mirip bapak tetangga di kampung Mandiri, mendengar lagu-lagu wajib deel, 3 daqqat, suara bekiyak tukang rongsok, mencium parfum di Damardash, aroma sampah segar di pagi hari, sampai melihat stroberi, rasanya ngilu. Seperti kembali jadi Maba anyaran fresh from pesawat. Koyo arek ilang!

Lalu, setelah setengah tahun berusaha survive, akhirnya hasil mulai terlihat. Hafal jalanan, jadi suka naik bis. Punya banyak teman, serasa di kampung sendiri. Apalagi setelah lulus deel alias Dauroh Lughoh. Masuklah ke dunia kuliah. Hmm.. jangan ditanya. Kuliah offline hanya dua kali seminggu. Tanpa presensi. Tanpa presentasi. Tanpa diskusi. Tanpa tugas rumah.

Kuliah di Mesir sesantai itu, kawan!

Itulah kenapa banyak orang salah jalan. Kuliah yang memberikan sebegitu banyak keleluasaan belajar bagai pedang dua mata. Mengisi waktu luang dengan talaqqi dan mudzakarah, atau jadi manusia multi-urusan? Jadi organisatoris, bisnis-men, tour guide, atau turis plesir sana-sini. Bahkan jadi ahlu rebahan pun bisa.

Setiap individu memegang pilihannya masing-masing secara mutlak.
Dan sekarang, aku bingung. Mau memilih belajar seperti apa.
Mau jadi masisir yang mana?


CONVERSATION

3 komentar:

  1. Semngat mbak Nad
    Seperti katamu.. berusaha yang terbaik.. kemudian lupakan.. 😀

    BalasHapus
  2. Semngat mbak Nad
    Seperti katamu.. berusaha yang terbaik.. kemudian lupakan.. 😀

    BalasHapus
  3. Seorang Nadia pasti bisa mencari jawaban nya dan menentukan pilihan...
    Semangat selalu....��✨

    BalasHapus