Dikarenakan ingin buang hajat, tidak menemukan angkutan pulang, lapar, dan dikata orang mudah bergaul, Emeralda nekat menuju ke sebuah rumah makan lokal seorang diri, alih-alih menyetop kendaraan dan menunggu nomor bis trayek rumahnya lewat.
Tahu-tahu langkahnya sudah sampai di lantai dua, memilih kursi dan memesan lama sekali. Merenung, menu apa yang sekiranya cocok dengan perut, pun sepakat dengan kantong. Segera setelah pelayan menjumpainya, ia tanya di mana kamar kecil.
Satu lagi yang ia lakukan sebelum itu, bertanya dan memastikan pesanan, sudah sesuai kah dengan yang ia mau. Menekan egonya yang biasa segan dan suka berpikir aneh aneh tentang pandangan orang. Dan dia berhasil, meski dengan bahasa yang pas pasan, tentu saja. Khas orang asing.
Seorang wanita paruh baya di kursi yang berhadapan dengannya, datang dengan menghempaskan separuh kekesalan pada sofa panjang yang kosong, menggantikan tiga gadis yang pergi setelah menghabiskan tiga menu crepes.
Meja itu masih penuh, lengkap dengan remahan crepes di sela sela sterofoam yang bertumpukan. Klakson kendaraan di luar sesekali terdengar, tapi wanita itu tidak peduli. Yang membuatnya perhatiannya teralih (dan terlihat semakin tidak bersemangat) adalah dering telfon hapenya sendiri. Yang tidak ia angkat beberapa saat, ia alihkan telinganya demi mendengar voice masanger, dan menelfon balik. Raut wajahnya mulai membaik setelah ia memanggil pelayan dan memesan dengan berbagai rupa permintaan.
Kursi keluarga di samping wanita itu, penuh. Tiga bocah laki-laki gembul bersama papa dan mama mereka menunggu pesanan datang.
Emeralda melongok ke mangkok kecil di hadapannya, kosong. Menyisakan aroma dan nuansa karung beras dari nasi basmati, rasa kecut, serta sedikit perasaan terbakar di dada. Ia selesai makan dengan meja yang bersih dari air mineral.
Abou Rami, 7th district
09/05/2022 (Senin)
17:43
0 komentar:
Posting Komentar