Thantha (09.43)
Kereta melaju tepat 5 menit setelah kepalanya sampai di stasiun. Bahkan kaki-kaki penumpang belum menggapai gerbong tapi kereta sudah buru-buru jalan.
Aku duduk di kursi hijau dekat jendela. Keretaku melewati padang ilalang yang dipecah anak sungai Nil. Di pinggirannya ada dua jalan. Kanan untuk mobil dan sepeda, kiri untuk kereta. Dari kiri jalan sini, aku bisa melihat bajaj berkejaran dengan motor. Tentu lebih cepat keretaku. Di bibir sungai pohon-pohon pisang mencuat menyibak ilalang. Dari balik rimbunan itu terhampar padang hijau bersekat-sekat. Tapi, hamparan hijau luas itu bukan sawah berisi padi. Pematangnya dihiasi tower sutet dan satu dua pohon cemara. Di bawahnya lembu-lembu sibuk sarapan, tak mau kalah dari bangau-bangau.
Entah kenapa melihat jalanan dari kereta bisa segini dramatisnya.
Damanhour (10.30)
Sudut kota lain yang langitnya mendung dengan genangan hujan di tanahnya. Bangunan tua kanan kiri dengan lampu menyala. Kota ini tampak baru bangun dari guyuran hujan semalam. Pertanyaannya, hujan dari mana?
Aku sampai bisa menangkap hawa dingin dari balik jendela sini.
Memang sudah sepatutnya aku banyak-banyak berterimakasih kepada Allah yang telah memberiku nikmat yang begitu kompleks. Pemandangan indah begini mungkin tak bakal kujumpai tanpa orang tua yang memberiku uang yang cukup, juga teman-teman yang baik. Pun, jadwal kereta yang nyaris kecolongan masih ditakdirkan bisa kunaiki. Makasih Ya Robb. 🥺
0 komentar:
Posting Komentar