Rabu, 28 Oktober 2020
Srimenanti adalah sebuah buku yang sangat ingin saya baca semenjak pandemi mengurung aktivitas saya dari dunia luar. Judul buku ini saya temukan di kanal YouTube Narasi dan direkomendasikan menjadi salah satu buku yang bisa habis dibaca sekali duduk. Cocok sekali untuk orang-orang yang tidak suka bacaan berat tapi tetap ingin baca buku, seperti saya.
Buku ini merupakan novel pertama buatan penyair ternama Indonesia, Joko Pinurbo. Begitu membaca sinopsis di belakang buku, langsung terbetik di pikiran saya bahwa buku ini unik dan wajib hadir sebagai teman saya mengusir sepi di hari-hari ke depan.
***
Saya pernah ditanya wartawan, “Lukisanmu termasuk aliran apa?” Saya malas dan tidak tertarik menjawab pertanyaan semacam itu. Saya tidak tertarik pada label.
Hari-hari ini kegemaran bermain label kembali merajalela dan banyak orang lupa atau tidak menyadari bahayanya.
Diam-diam saya jeri menanggung beban yang diakibatkan oleh permainan label dan stigma. Namun, bagaimanapun saya mencintai hidup ini.
Di saat-saat rentan hati, ingin rasanya saya pergi mengasingkan diri. Pergi jauh ke sebuah pelukan dan berlabuh di bahu seseorang, tetapi pelukan siapa, bahu siapa?
***
Buku ini dimulai dengan bertemunya tokoh utama yang merupakan seorang penyair dengan seorang perempuan yang berjalan di bawah rintik hujan seorang diri. Intuisinya mengatakan bahwa perempuan sendu itu, tidak lain dan tidak bukan adalah perempuan yang keluar dari dua puisi Sapardi, “Pada Suatu Pagi Hari” dan “Gadis Kecil”. Sejak saat itu rasa penasarannya muncul. Ia mulai memperhatikan perempuan itu diam-diam.
Berkat kenekatannya menemui perempuan itu pada suatu senja, ia dan perempuan itu akhirnya terus bertemu secara tak terduga. Interaksi unik mereka dihubungkan melalui lukisan, puisi dan pertemuan dengan arwah gentayangan eltece, alias lelaki tanpa celana.
Tanpa disangka, nasib penyair dan perempuan itu ternyata berujung pada lingkaran pertemanan yang sama, orang-orang pecinta lukisan dan puisi. Lucunya lagi, teman-teman mereka itu adalah nama-nama yang sudah tidak asing di telinga saya. Sebut saja Aan Mansyur, Faisal Oddang, Beni Suryanto, dan Nasirun. Mereka benar-benar hidup sebagaimana tabiatnya di dunia nyata.
Buku ini, beserta puisi-puisi di dalamnya dapat menjadi penawar rasa suntuk setelah lelah berkegiatan seharian, membangkitkan jiwa melankolis saya, dan menyadarkan bahwa interaksi dengan benda-benda kecil di sekitar ternyata dapat membuat saya tersenyum. Berbicara pada kopi misalnya.
Membaca buku ini sama saja dengan membaca puisi-puisi lama karya Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono tanpa disadari. Bahasa yang sederhana mengalun membentuk alur cerita dengan dialog yang apik. Bagaimana tidak, semua tokoh seakan berdialog menggunakan puisi. Dialog-dialog itu kebanyakan dikutip dari puisi-puisi Joko Pinurbo yang khas: simpel, menggelitik, dan mengundang tawa. Tak jarang saya senyum-senyum sendiri membacanya.
Sedikit kekurangan dari buku ini adalah alurnya yang datar tanpa konflik berat, sehingga kurang menggiring emosi pembaca untuk mengikuti alur dari awal hingga akhir. Akibatnya, pembaca mungkin bakal tertidur ditengah-tengah halaman jika membaca buku ini tengah malam. Hahah.
Terlepas dari itu, seperti yang saya katakan di awal tadi, buku ini sangat cocok untuk orang-orang yang tidak suka bacaan berat, tapi tetap ingin baca buku. Nilai plusnya, buku ini juga akan menepis asumsi bahwa semua puisi itu lebay dan sulit dipahami. Jadi, jangan lupa ajak Srimenanti untuk menemani berpuisi sebelum tidur!
Judul buku : Srimenanti
Pengarang : Joko Pinurbo
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2019
Tebal buku : 144 halaman
ISBN : 978-602-06-2908-7
0 komentar:
Posting Komentar