Sabtu, 23 Mei 2020

Suatu hari Nadia dan temannya pergi ke pasar. Banyak sekali list belanjaan hari itu. Singkat cerita, tibalah saatnya mereka membeli cabe. (FYI : di Mesir jarang sekali cabe rawit dijual bebas di pasaran, yang ada hanya cabe merah besar).

Cabe yang biasanya dijual 20 le/kilo di bulan Ramadhan tiba-tiba dipotong setengah harga oleh mama penjual sayur menjadi 20 le/dua kilo.  Setelah ditelusuri, ternyata cabe yang ditawarkan pada mereka sebagian besar sudah lemas terpanggang matahari.

Setelah dua gadis itu berdebat kecil, akhirnya mereka pulang dengan dua kilo cabe di tangan.

Melihat banyaknya cabe di rumah yang akan busuk dalam waktu dekat, terlintas dalam benak Nadia untuk menjadikannya abon cabe.

Setelah gagal dieksekusi selama ± dua hari, di hari ketiga bulat juga akhirnya tekadnya untuk menjemur cabe.

Siang itu matahari Mesir lagi terik-teriknya. Tapi dengan senang hati Nadia tetap nekat naik ke sutuh/rooftop. Pingin tahu yang namanya sutuh itu gimana, katanya.

Setelah beres menempatkan cabe di lokasi strategis, Nadia meninggalkannya dengan perasaan takut-takut—takut cabenya ketutupan bayangan gedung, takut cabenya kocar-kacir terhempas angin,  takut cabenya dipatuk burung, pun takut juga cabenya diambil orang.

Seharian dijemur, eh, ternyata Nadia kelupaan gak ngangkat cabenya di waktu malam. Ya, walaupun malamnya Mesir juga gak kalah panas sama siang, tapi cabenya gak mau. Jadinya dia gosong deh :(

Singkat cerita, akhirnya bon cabenya jadi. Hmmm... Apakah rasanya akan seperti Bon Cabe yang dijual di warung-warung?


Zoonnkk!


Sedihnya, walaupun cabenya sudah diperlakukan sedemikian rupa dan diracik dengan banyak penyedap, tetap saja..
Rasanya berbeda. Mungkin karena jenis cabenya berbeda, maka rasanya juga beda ya..

Rasanya.. kaya cabe bubuk yang dijual di supermarket di pasar, hiks..

Alhamdulillah ala Kulli Hal, sudah bisa buat cabe kering. Insyaallah nanti bakal mencoba lagi, dengan varian cabe berbeda! Insyaallah..

:))