F belajar takhrij secara formal - Satpam Abbasea

belajar takhrij secara formal

Menghadiri muhdharah di mudarraj yang sama dengan ruang sidang doktoral senior Ahad lalu.Dukturoh yang sudah sepuh, serak suaranya tapi semangat sekali menjelaskan sambil menulis di papan. 




Praktik takhrij, membedakan sighat 'bihi' yang terletak setelah bayanat kitab; judul, bab, dan juz. Kalimat 'bihi' menyimpan kesamaan teks dalam empat hal. Sanad, Matan, Sanad dan Matan, atau sebagian dari sanad. Lafaz yang disebutkan dalam takhrij adalah titik perbedaannya. 

'Akhraja' menunjukkan bahwa hadis tersebut bersumber dari literatur primer, sedangkan kalimat 'aurada' dan 'aazza'  menunjukkan bahwa hadis tersebut diambil dari literatur sekunder. 

Ada berbagai cara untuk melakukan praktik takhrij, mulai dari cara ringkas dengan menyebut sighat takhrij dan sahibul masdar, hingga perincian biodata kitab dan titik perbedaan riwayat secara sanad maupun matan. 

Praktik takhrij pertama kali dilakukan pada abad keempat Hijriyah oleh Khatib Al-Baghdadi, meski keabsahannya sebagai keilmuan yang mutakhir baru disusun pada abad keempat belas. Naskah tertua yang bisa ditemukan pada diskursus ini adalah milik Ahmad bin as-Shiddiq.

Diskursus ini muncul seiring dengan berkembangnya keilmuan islam yang beragam. Setiap ilmu tersebut menyebutkan hadis sebagai asas atau pelengkap argumentasi. Hemat saya pribadi, untuk keperluan legalitas literatur hadis di zaman modernlah ilmu takhrij dibuat. Mengingat semakin minimnya kapabilitas hafalan dan penguasaan pegiat ilmu keislaman atas hadis yang jumlahnya amat banyak. 

Menakjubkan melihat betapa (lagi-lagi) sanad dan matan hadis begitu dijaga, sehingga untuk menisbatkannya dalam rujukan tertentu perlu disusun kaidah yang berdiri sebagai cabang ilmu tersendiri. 

Teramat bersyukur bisa belajar di sini, duduk bersama kawan-kawan menikmati bagimana al-Azhar memindahkan estafet keilmuan sesuap demi sesuap. Kecintaanku🤍




CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar