F Cantik itu Luka - Satpam Abbasea

Cantik itu Luka






Start: Sabtu, 18 Des 2021

Lagi lagi jangan mengambil kesimpulan yang serampangan pada pembacaan yang hanya sekilas.

Salah satu hal yang biasa dikomentari dalam sebuah apresiasi novel dan cerpen adalah alurnya.

Eka kurniawan, sejalan dengan panjang karirnya dalam dunia cerpen dan novel, sukses membolak-balik suasana hati; lebih tepatnya adrenalin pembaca lewat alur yang ia bangun. Setiap bab punya warnanya sendiri. Setiap tokoh diceritakan dengan detil lika-liku dan latar belakang kehidupannya, kemudian berkelindan dan menyatu dalam plot besar yang menaungi novelnya; orang-orang di tanah Halimunda, terkhusus Dewi Ayu dan keluarganya.

Beberapa orang mungkin berkomentar alurnya maju mundur, tapi bagi saya, hal tersebut sebenarnya tak jauh bedanya dengan flashback demi penguatan arc di komik maupun anime. Seperti sedikit yang saya ketahui, gaya penceritaan demikian merupakan khas seorang Eka.

Pembaca mungkin bakal dibuat heran dengan genre yang dibawa novel ini, mengingat pada bab-bab awal kemunculan tokoh utamanya—pelacur nomor satu Halimunda bernama Dewi Ayu—terkesan mistis dan sarat akan warna kehidupan tradisional.

Bab-bab selanjutnya, menjelaskan kehidupan Dewi Ayu sekaligus gerbang pembuka rentetan peristiwa penting, suasana khas kolonial merebak, dan sangat dekat. Meminjam gaya berpikir Dewi Ayu, pembaca diajak untuk melihat bahwasanya urusan wanita dan keberingasan lelaki begitu mewarnai dimensi sosial seluruh lapisan, bahkan sejarah.

Bab-bab berikutnya, masih dalam suasana nostalgia dan penguatan penokohan, pembaca diajak untuk meresapi lika-liku seorang gerilyawan pada masa-masa genting peralihan tampuk kepemimpinan antara Jepang, sekutu, dan Indonesia.

Bab pertengahan, sebagaimana semestinya, melanjutkan perannya membacakan keadaan rakyat pasca kemerdekaan; dibalut gejolak revolusioner buruh dan kaum tertindas. Tentunya dengan plot yang saling terkait seperti sinetron panjang dengan episode yang entah kapan habisnya.

Lebih lanjut, dalam kehidupan masyarakat Halimunda, cinta bagi sebagian orang bisa begitu mudahnya hinggap dan berpindah sebatas nafsu badani saja. Begitupula nyawa. Banyak orang bisa dengan mudah mati, beberapa lagi hidup, sebatas ego perseorangan.

Yang perlu diwaspadai adalah banyaknya adegan sembrono antara laki-laki dan perempuan yang bertebaran demi menjaga kunci jalannya cerita. Dibeberkan tanpa sensor maupun segan, mendobrak dengan bahasa terang-terangan pada pembahasan yang terkesan vulgar.

Begitu banyak hingga saya tak dapat menyimpulkan apa sebenarnya pesan yang ingin disampaikan Eka selain sindiran sosial; betapa moralitas masyarakat sudah bobrok.

Terakhir, meski sedikit kecewa dengan perkembangan ceritanya yang semakin 'sinetron', bisa diakui bahwa Eka telah membawakan sebuah karya yang didasari oleh riset, diramu secara ciamik dan kaya akan ragam bahasa.

Finish: Selasa, 21 Des 2021


CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar