F Sebuah hari ketika wangsit turun - Satpam Abbasea

Sebuah hari ketika wangsit turun

Ini bukan ruang tengah tapi kamar kosong dan tokoh komik

Jumat, 28 Mei 2021

Aku sekarang jadi tahu kenapa ruang tengah rumahku begitu dingin. Bukan karena sinar matahari pagi yang masuk kurang. Ya, itu bisa jadi salah satu sebab. Bukan juga karena jendela rumah yang selalu terbuka. Bukan. Angin musim dingin memang menggigit, tapi angin musim panas? Ah. Angin tak bisa disalahkan atas perkara ini.

Aku tahu, hawa dingin yang membuat kakiku tak henti berjinjit itu, karena ruang tengah rumahku—setelah ditinggali sekian lama, tidak pernah digunakan berkumpul bersama, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.

"Suasana rumah ini begitu tegang, Nad, sebelum kedatanganmu."

Aku nyengir kuda. Wah. Bisa-bisanya. Aku berhasil, kah? Apakah benar ini semua berkat jasaku?

Yang jelas ruang tengah sekarang jadi tempat yang nyaman, hangat dan terlihat ramah. Ia menampung kami bercengkrama sembari sarapan di jam makan siang, atau sekedar membahas hal-hal receh dan menonton sinetron di jam makan malam.

Ruang tengahku yang sekarang ramah itu, adalah pemberi kesejukan dan sandaran utama melepas lelah setelah seharian berjalan dan berpanas-panasan di luar. Kami dibuai oleh hembusan angin dari bilah-bilah kipas yang menempel vertikal di atap, sejajar di atas tubuh lelah kami yang selalu terkapar bagai pindang.

Oh, hangatnya.

Intinya aku teramat sangat bersyukur mengetahui kenyataan bahwa kegiatan mengaji dan belajar ternyata bisa dilakukan selain di kamar dan kasur.

Oh, iya. Kenapa ruang tengahku tiba-tiba hangat, yah?

Entahlah, siapa yang tahu.


CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar