Tidak terhitung berapa kali aku sambatan, mengapa filsafat islam begitu lama kami pelajari. Setahun lebih, dengan lima pembahasan, baru dapat tiga tokoh.
Sementara kelas sebelah, hermeneutika, yang mulainya sebulan lebih cepat dari kami, sudah lulus dan melalang buana.
Filsafat islam itu kompleks, berada pada zaman di mana filsafat dan ilmu pengetahuan masih melebur sebagai kesatuan pembahasan. Jadilah kami berusaha cosplay jadi filsuf sekaligus matematikawan, ahli astronomi, kedokteran, teologi, dan pengamat sosial etis.
Begitu panjang dan lama, hingga sebuah topik pembahasan dari satu tokoh (kosmologi Ibnu Sina misalnya) punya buku studi khususnya sendiri. Aku pernah jadi pemateri kosmologi Ibnu Sina dua bulan lamanya! (±8 pertemuan).
Buku buku yang dijejalkan kepada kami isinya masih berserakan. Kami masih terus meraba, bangunan seperti apa yang sebenarnya sedang digarap oleh seorang filsuf? Bagaimana rupanya?
Ah.
Tak terasa kini giliranku presentasi lagi.
Lalu kutemukan jawaban lain. Lain daripada sambatan sambatan yang biasa kulayangkan.
Ternyata jawaban ini ditujukan untuk dari pertanyaanku di tingkat satu, masih di bawah bimbingan ka Suhe. Aku bertanya bagaimana caranya bisa mendapatkan intisari buku dalam tempo yang singkat? Bagaimana caranya membaca memindai? Aku begitu kesulitan saat itu.
Sekarang rasanya menyenangkan. Membaca jadi lebih cepat, banyak kata yang mulai familiar. Pun pembahasannya.
Oh begitu indah Tuhan menyusun skenario. Setahun pergulatan dengan filsafat islam yang tak kunjung benderang ujungnya, akhirnya keliatan juga.
jadi iniii, momen eureka!
0 komentar:
Posting Komentar